Dalam perjalanan menuju tempat kerja saya melihat anak anak kecil berlari dengan riang. Ah jadi ingat Abhirama, anak saya yang sering ditinggal bekerja. Pasti hari ini dia juga sedang berlari dengan kawan sambil mengunyah coklat kesukaannya. Melihat senyum yang menyiratkan kebahagiaan itu saya jadi senang sekaligus sedih, senang karena fitrah mereka yang suci, dan lugu masih terlindungi. Namun saya juga sedih, membayangkan yang sebaliknya diluar sana. Anak anak yang harus mencari nafkah, terampas masa kecilnya hanya demi sesuap nasi. Mau kemana bangsa ini jika akhirnya generasi emas kita harus seperti itu. Padahal 20 atau 25 tahun lagi mereka lah yang akan menggantikan kita memimpin Indonesia.
Di Indonesia, hak anak dilindungi oleh negara melalui undang undang, tapi sayangnya masih banyak sekali yang tidak taat hukum dan membiarkan mereka kehilangan haknya. Salah satu yang sering terjadi adalah anak anak kehilangan hak untuk mendapatkan nutrisi yang cukup bagi tumbuh kembangnya. Mungkin beberapa diantara kita merasa sudah memenuhi hal tersebut, namun apa benar anak anak sudah mendapatkan nutrisi sesuai dengan yang dibutuhkan?
Kemiskinan menjadi faktor utama masalah gizi, tidak hanya di Indonesia namun juga di belahan dunia lainnya. Tetapi kita sadar kini hidup di era informasi dan teknologi dimana penyebaran informasi sangat cepat sehingga masalah ini semakin berlarut. Banyak sekali hoax yang berkaitan dengan nutrisi dan kesehatan yang di telan mentah mentah oleh masyarakat awam dan mereka turut menyebarkan kembali sehingga jerat informasi yang salah semakin mengakar.
Iklan iklan menggiurkan turut menyumbang gaya hidup yang salah sehingga masyarakat gemar mengkonsumsi fast-food yang tinggi lemak dan rendah nutrisi. Selain itu gaya hidup modern mendukung mereka melakukan hal tersebut. Para ibu jadi malas masak dan lebih mudah memencet smartphone untuk belanja makanan siap saji. Seperti yang dikatakan dr. Rahmat Sentika, Sp.A, MARS, yang merupakan Anggota Satgas Perlindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia bahwa masalah gizi ini akan berimbas pada kesehatan anak anak yang akan memimpin Indonesia di tahun 2045 nanti. Apa jadinya jika saat ini anak anak anak kita lebih banyak yang mengalami masalah kesehatan seperti stunting, obesitas, kurang gizi dan masalah lainnya padahal di tahun 2045 merekalah yang akan menjadi warga Indonesia penerus kita. Jika kita diberi kesempatan untuk hidup dan melihat mereka, alangkah sedihnya membayangkan karena keterangan kita maka Indonesia menjadi semakin carut marut saja.
Untuk memutus mata rantai ini diperlukan kerjasama seluruh pihak terkait dan peran serta kita sebagai pemberi informasi yang tepat. Seperti mulai katakan stop pada ibu yang memberi anaknya susu SKM sebagai pengganti ASI, sebab SKM bukanlah susu yang sarat gizi. SKM hanyalah tumpukan gula yang diberi rasa lain, kandungan susunya hanya 30%nya saja. Juga katakan stop pada orang tua yang menyuapi anaknya nasi dengan snack seperti keripik atau pilus. Tak ada nutrisi yang bisa dicerna selain kandungan garam yang tinggi.
Memang tugas ortu u lbh aware sama gizi anaknya yaa mba. Smoga generasi yg akan datang lebih baik lg
BalasHapusSebagai ibu kita mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan tumbuh kembang nya. Jadi berikan asupan gizi yg baik untuk buah hati demi masa depan yg baik
BalasHapus