'
Hah, udah jumat aja lagi, ntar pulang kena macet lagi aja' keluh mbak mbak berkemeja dengan rok span rapih yang tampaknya mau keluar buat makan siang. Saya yang disebelahnya cuma bisa tersenyum kecut, membayangkan nanti sore mereka dempet dempetan di angkot baik transjakarta maupun kereta, atau stuck di dalam mobil dan motor sampai petang menjemput. Pengen saya pukpuk sambil bilang 'sabar ya mbak' tapi takut dikira sok akrab. Hahaha
Mbak itu hanyalah satu dari jutaan masyarakat Jakarta yang geleuh bin syebel sama kemacetan Jakarta tapi gak bisa apa apa. Akhirnya mereka hanya bisa mengalah sambil tiap hari mengelus dada. Sing sabar ya mbak, ini ujian. Meski freelance dan tinggal jauh dari jakarta, saya juga termasuk yang syebel banget sama kondisi ini karena hampir tiap hari kerja dijakarta dan mengunjungi wilayah macet seperti kemang dan kuningan. Pengennya sih tinggal di sekitar Jakarta aja, biar kalo kemana mana deket. Tapi percuma lah tinggal dijakarta kalo ketemunya macet macet juga karena kendaraan gak makin berkurang malah semakin bertambah.
Menurut Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), pada tahun 2016 saja jumlah kendaraan yang masuk ke Jakarta dari kota terdekat Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mencapai 1.4 juta/ hari. Nah alasan inilah kemudian menjadikan Jakarta sangat macet cet cet. Padahal sama pemerintah udah disediakan berbagai transportasi seperti bus umum, angkot, Trans Jakarta, KRL dan berbagai macam angkutan online. Tapi ya tetep masyarakat dari luar Jakarta maunya naik kendaraan pribadi. Trus macet dan pemerintah yang disalahkan karenanya. Dari tahun ke tahun, masalah kemacetan memang menjadi polemik yang tidak ada habisnya serta menimbulkan banyak kerugian diantaranya kerugian materi yakni sebesar 28.1 triliun rupiah per tahunnya, juga kerugian psikologis yang tercermin dari betapa brutalnya pengguna jalan Jakarta.
Stress akibat macet membuat seorang karyawan menjadi tidak produktif bekerja karena semangatnya yang full dari rumah berkurang dan semakin berkurang akibat kelamaan dijalan seperti yang dituturkan mbak Nuniek Tirta Ardianto. Ibu dua orang anak ini juga mengatakan bahwa macet membuat waktunya untuk diri sendiri terbuang percuma sehingga stress makin menekan dan membentuk sebuah pribadi baru saat dijalan. Senada pula dengan yang dikatakan ibu Tika Bisono, Psikolog keluarga yang menjadi pembicara pada Talk Show - Blogger Gathering yang mengangkat tema Quality Time untuk Hidup Lebih Bahagia.
Jika terlalu lama dijalan raya, kita akan menjadi pribadi yang arogan. Gak mau lagi melihat sekitar dan bertempat, maunya sradak seruduk. Coba deh lihat kalo di lampu merah, waktu masih beberapa detik lagi menuju ke hijau tapi klakson dari kendaraan dibelakang udah berisik banget. Atau kalau lagi berdiri di pinggir zebra cross, ada kah yang mau berhenti ketika melihat kita sudah standby untuk menyebrang? GAK ADA! padahal kita tahu kan kalau sudah berdiri di situ artinya kendaraan punya kewajiban untuk berhenti.
Baru baru ini pemerintah mencoba mengatasi masalah kemacetan dengan memberikan moda transportasi massal baru yakni LRT dan MRT yang akan dioperasikan di tahun 2019. Keduanya digadang mampu menjadi solusi bagi kemacetan Jakarta, sehingga nantinya masyarakat tidak lagi membawa kendaraan mereka ke jakarta melainkan menggantinya dengan LRT maupun MRT.
Seperti halnya di kota Megapolitan yang ada di belahan dunia lain, LRT yang ada dijakarta juga akan membuat kawasan yang dikembangkan dengan konsep Transit Oriented Development (TOD). Konsep ini menjadi pendukung dari penguraian kemacetan dimana konsep penataan kota yang terdiri dari hunian maupun komersial yang terintegrasi dalam satu kawasan dengan transportasi massal.
Adalah PT Adhi Karya yang mendapat kesempatan mengembangkan kawasan hunian masa depan ini dan diberi nama LRT City. Project Manajer Eastern Green yang hadir dalam acara yang diadakan di booth LRT City, Indonesia Property Expo 2017, JCC - Senayan mengatakan bahwa " Pengembangan LRT City ini merupakan salah satu upaya untuk memberikan kehidupan yang lebih baik lagi."
TOD yang dikembangkan ini tidak hanya hunian berupa apartemen tetapi juga ruko, mall dan beberapa fasilitas lainnya. Karena berjarak 0 km dari stasiun LRT maka disiapkan pedestrian bagi para pejalan kaki sehingga membuat nyaman penghuni. Dan tentunya LRT City ini terdapat di beberapa titik TOD di Jakarta diantaranya Sentul, Ciracas, Jaticempaka, dan Bekasi.
Apartemen dari LRT City memiliki 3 tipe yakni Studio, 1 Bedroom dan 2 Bedroom dengan luas ruang mulai dari 22m persegi. Tiap apartemen dilengkapi dengan fasilitas kelas atas seperti kolam renang, ruang serbaguna, mushalla, area bermain anak dan keamanan.
Kalau aku tinggal dijkt, kyknya bakalan bela2ib beli apartment disini. Biar mudah kemana2.
BalasHapusGak kebayang deh ama macetnya jkt
Aku cukup koq yg satu kamar dan yang di Bekasi hihi
BalasHapusini udh dimulai dibangun ?
BalasHapus