Senin, 06 November 2017

Membahas Pangan di Asian Pasifik Food Forum 2017


Dari kecil, 3 hal yang selalu diwejangkan untuk dimiliki secara memadai adalah sandang, pangan dan papan. Ayah saya, meski orangnya galak, dia selalu ingin anak anaknya bahagia di dalam rumah yang sederhana, mendapat makan yang cukup dan berpakaian layak. Kalau baju kami bolong saja sedikit, ibu langsung di titan untuk menjadikannya pel dapur. Menurut ayah, kami boleh miskin, tapi tidak boleh kekurangan.

Jaman sekarang, tentu sangat berbeda dengan kisah masa kecil saya. Disini banyak sekali kesenjangan yang terjadi di depan mata. Terutamanya adalah masalah pangan.

Dunia mengakui, Indonesia ini kaya akan segala alamnya. "Hutan sawah lautan, simpanan kekayaaan" begitu bunyi bait lagu yang sempat hits di tahun 90an, pas saat saya masih unyu unyu nya. Sekarang? Masih kaya kok, sayangnya tidak di pelihara dan di eksplorasi dengan maksimal. Lihat saja Papua, hutan boleh lebat, tapi kasus busung lapar masih tinggi.

Sebetulnya kemana sih arah bahasan saya? Tentu saya adalah seorang Blogger yang amat bertele tele. Untuk membahas masalah ketahanan pangan yang sedang di gadang gadang oleh pemerintah, saya harus cari contoh kesana kemari dulu. Tapi ini jadi bukti, bahwa ketahanan pangan yang diidamkan masih jauh dari garis start.


Asian Pasifik Food Forum 2017 yang diadakan pada tanggal 30-31 November lalu menjadi bukti bahwa Indonesia sedang berjuang menggarap ketahanan pangan kita, dengan membawa setidaknya 50 pembicara dalam dua hari, serta dihadiri dengan 500 orang audience dari berbagai lapisan masyarakat. Di forum internasional ini, bahasan yang diangkat adalah mengenai revolusi pangan yang terjadi di Indonesia.

Revolusi? Apakah rakyat kita tengah beralih dari beras ke roti? Tentu tidak, mana mungkin sebuah kiasan yang berbunyi, belum makan kalau belum pakai nasi - itu akan menguap begitu saja dalam benak tiap rakyat Indonesia. Yang dimaksud revolusi pangan ini bukan hanya mengenai makanan pokok, tetapi juga tentang bahan pangan yang mulai menghilang dari kita. Ingat gak sih? Jaman dahulu kita dikenal sebagai penghasil kopyor, minyak kelapa, serta olahan kelapa lainnya. Pohon kelapa gak cuma lukisan yang ada di pinggir pantai tapi benar benar nyata. Tapi seiring dengan kebiasaan kita menggunakan minyak sawit, makin berkurang juga animo masyarakat terhadap kelapa.


Selain mulai menghilangnya khazanah bangsa di bidang pangan, juga menghilang kebiasaan dari kita yang kembali ke ladang tanaman. Hutan yang dimaksud bukanlah tentang ribuan hektar tanah yang ditanami pepohonan oleh tuhan, hutan kita juga yang hanya beberapa petak yang rimbun tumbuh tapi tak tersentuh. JAVARA, sebuah komunitas yang menggali keanekaragaman hayati yang tidak tersentuh oleh kalangan modern menuturkan bahwa ternyata ada bahan makanan yang kaya akan nutrisi namun terlupakan.


Terlupakan karena yang diclaim organik atau yang hidroponik. Tanaman seperti kelor, pegagan, krokot, dan juga genjer kadang diremehkan oleh kita. Malahan ada yang dibuat makan burung lho. Padahal ada kandungan kalsium yang tinggi, juga asam folat.

Tinggal dikembalikan pada kita mau belajar dan mulai mengkonsumsi nya atau tidak. 

1 komentar:

Windah Saputro. Diberdayakan oleh Blogger.