![]() |
Namun bukan menghitung pengadaan barang dan jasa secara akuntansi, melainkan memperhitungkan pengadaan barang dan jasa di lapangan. Sudah tau kan kalo pemerintah kita juga sedang berbenah? Jalan jalan dirapihkan, jembatan dibangun, taman taman diperindah, pokoknya pembangunan Infrastruktur Indonesia dipercepat deh. Nah disana ada campur tangan Pusat Pengkajian Pengadaan Indonesia atau P3I dalam mengatur siapa siapa saja yang memenangkan tender dalam hal pengadaan ini.
Bagaikan pusara yang, pengadaan barang sangat dekat sekali dengan masalah tindak pidana korupsi. Ini juga yang kemudian dibahas dalam kegiatan Temu Nasional Pengadaan 2017 yang setidaknya di hadiri oleh 250 orang baik dari pihak kontraktor, P3I maupun pihak lain. Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 30 November dan 1 January ini diadakan di The Media Hotel dengan mengangkat beberapa tema yang berbeda di tiap harinya.
Kebetulan saya dan beberapa rekan Blogger hadir di hari kedua saat pembahasan tentang tindak pidana korupsi dalam tender pengadaan barang dan jasa sedang diangkat sebagai tema. Adalah Dr. Gazalba Saleh, SH. MH. ( Hakim Agung RI/ Mantan Hakim AD HOC Tipikor). Dalam presentasinya, saya berhasil mencatatkan beberapa poin penting berkaitan dengan tindak pidana korupsi iki diantaranya
Kenapa penyimpangan hukum bisa terjadi?
Dalam pengadaan barang dan jasa, terdapat dua pihak yang saling berkaitan yang dalam hal ini bisa dibilang penjual barang/ jasa dan pembeli atau pengguna barang/jasa. Di kegiatan ini, biasanya perseorangan atau kelompok yang memiliki barang dan jasa akan mengikuti tender untuk memenangkan suatu pekerjaan, demi memenangkan hal ini beberapa dari mereka melakukan tindakan yang menyimpang dari hukum.
Besarnya nilai suatu tender pengadaan barang dan jasa membuat seseorang atau kelompok lebih agresif dalam mengejar apa yang mereka inginkan. Hubungan istimewa dalam kegiatan lelang bisa juga menimbulkan celah untuk melakukan KKN.
Bukan hanya saat penunjukan yang akan dipergunakan barang/jasanya, saat proses lelang juga seringkali ditemukan kecurangan berupa data fiktif dari para kontraktor yang memenangkan tender.
Tak jarang juga pemilik barang dan jasa tidak memiliki niat baik sejak awal dikarenakan tidak paham akan hukum dan undang undang yang berlaku, kemudian melakukan penggelembungan anggaran dari yang seharusnya. Atau dengan kekuasaan dan jabatan pemilik perusahaan kemudian menekan pihak lain untuk menyetujui tender ini.
Melihat jalanan Kabupaten Tangerang yang penuh lubang dan tanpa pencahayaan, saya jadi menduga bahwa sebetulnya ada masalah yang sama yang sedang terjadi di Kabupaten saya ini. Dari kegiatan Temu Nasional Pengadaan 2017, saya jadi tahu bahwa oknum oknum yang tak bertanggung jawab bisa melakukan pelanggaran hukum seperti
Pemberian suap/ penggelapan
Pemalsuan dan pemerasan
Penyalahgunaan jabatan dan wewenang
Pilih kasih
Pertentangan keputusan karena memiliki usaha sendiri
KKN maupun sumbangan ilegal atau juga pungli
Tapi tenang, sebetulnya undang undang kita telah mengatur masalah penyimpangan ini sehingga kita bsa berpegang pada UU no 31 tahun 1999 dan UU no 20 tahun 2001 yang menjelaskan bahwa pelaku tindak pidana korupsi akan dijerat oleh pidana hukuman mati dan atau pidana denda minimal 50 juta dan maksimal 1 Miliar rupiah.
Ada tugas kita disini untuk tahu bahwa kita juga bisa mengawal jalannya pengadaan barang dan jasa secara baik sesuai dengan mandat presiden kita Joko Widodo yang menginginkan pembangunan infrastruktur yang merata.
Duh, kalau udah niat curang mah....di bidang apa aja,bisaaa....banget nyari celahnya ya. Termasuk data fiktif dan mark up anggaran. >.<
BalasHapus